Powered By Blogger

Saturday, June 11, 2011

Ali r.a

Satu kisah yang sungguh luar biasa tentang Ali r.a. yang barangkali belum pernah kita dengar sebelumnya. Diambil dari sebuah buku, Questions of Life, Answers of Wisdom, petikan diskusi antara seorang guru sufi asal Srilanka, Bawa Muhaiyaddeen, dengan salah seorang muridnya.

ABOUL’ALA: Ada sebuah riwayat tentang Ali r.a. di masa ia menjadi seorang khalifah dan Allah telah menganugrahkan kepadanya pengetahuan tentang sirr. Suatu hari ketika berjalan bersama sahabatnya, ia melihat seseorang. Lalu Ali r.a. pun berkata, “Orang itu yang nanti akan membunuhku.” Sahabatnya terperanjat, “Ya Khalifah Rasulullah, mengapa tak kau tangkap dia dan penjarakan dia?” Ali r.a. menjawab, “Bila kutangkap dia, lalu siapa nanti yang akan membunuhku?” Dia tahu bahwa orang itu akan membunuhnya, namun ia membiarkannya. “Siapa lagi yang nanti akan melakukannya,” ujarnya. Bagaimana keberserahan diri kepada Allah yang seperti ini dapat sejalan dengan penjelasan Bawa tentang al-qada’ wal-qadar?BAWA MUHAIYADDEEN: Ada riwayat lain tentang Ali r.a., sepupu Rasulullah Muhammad s.a.w ini. Suatu hari, ketika Rasulullah s.a.w. berbicara kepada beberapa pengikutnya, datanglah seorang kakek yang sudah sangat renta dengan janggutnya yang panjang berjalan terseok-seok mendekati Nabi. Kakek sepuh itu bertumpu pada sebatang tongkat dan berjalan meloncat-loncat seperti kelinci. Ia mendekati Rasulullah s.a.w., mengucapkan salaam, lalu berkata, “Ya Rasulullah, hidupku merana. Aku mohon potonglah tali yang melilit jempol kakiku ini. Aku tak tahan lagi.”

Rasulullah s.a.w. bertanya, “Apa yang terjadi denganmu?”

Kakek itu pun bercerita, “Aku adalah cucu dari dia yang Allah telah mengusirnya dari surga. Kakekku menundukkan dan mengendalikan manusia di dunia ini, menghancurkan pikiran dan niat-niat baik mereka. Aku pun memutuskan untuk menyerang dan menguasai para penghuni surga dan siapa saja yang mengabdi pada Allah. Namun ketika telah kukumpulkan tentaraku dan mulai menyerang, datanglah seorang anak laki-laki dengan menunggangi seekor kuda putih. Hanya satu pandangan saja, seluruh kekuatan dan tentaraku hangus terbakar seketika itu juga. Ia hanyalah seorang anak, namun ketika ia melompati punggung kudanya dan menatapku, aku jatuh terjerembab. Dia memungut sesuatu dan dengan tangkas melilit kedua jempol kakiku menjadi satu. Tubuhku rontok dan aku menjadi seperti mayat. Lalu ia kembali menaiki kudanya dan pergi.

Semenjak itu, aku berusaha memutus tali yang melilit jempolku ini, namun tak pernah berhasil walau cuma seutas. Aku pergi mencari seseorang yang dapat membebaskanku, aku memohon pada makhluk-makhluk suci dan agung, namun tak satu pun tahu bagaimana melepaskan lilitan ini. Usahaku ini telah berlangsung sekian lama. Sampai datanglah masa Nabi Adam. Aku pergi menemuinya dan mencurahkan penderitaanku, namun ia berkata, ‘Aku tak dapat memutuskan tali ini. Hanya yang melilitkan yang mampu memutuskannya.’ Lalu datanglah jaman Nabi Nuh. Aku pun menemuinya dan mohon pertolongannya, namun ia pun menjawab, ‘Tali ini hanya dapat diputus oleh orang yang melilitkannya.’

Kaket tua itu melanjutkan kisahnya kepada Rasulullah s.a.w., seraya menyebutkan nabi-nabi satu per satu secara berurutan: Idris a.s., Yakub a.s., dan seterusnya. Namun tak seorang pun mampu membebaskannya. Sampai datanglah masa Nabi Ibrahim a.s., ia berkata, ‘Aku tak dapat memutus lilitan ini. Namun nanti ada seseorang bernama Muhammad s.a.w. yang diutus sebagai Penutup Para Nabi. Hanya di masanya engkau akan terbebas dari tali itu.’

“Meski begitu,” lanjut sang kakek tua, “tetap kudatangi setiap nabi yang datang, berharap salah satu dari mereka dapat membebaskanku. Namun tak satu pun jua mampu. Dan begitulah, telah sekian lama aku tersiksa. Dalam keputusasaan, aku berteriak, ‘Kapankah Nabi Penutup itu datang?’ Aku pun diberitahu, ‘Dia akan datang di akhir jaman, ketika manusia mulai melupakan Tuhan-nya. Saat itulah Nabi Penutup itu akan datang. Tak akan ada lagi nabi setelah itu.’”

“Kini, dalam penantian panjangku, aku teringat apa yang telah diberitahukan kepadaku sebelumnya, tentang masa ketika iman hanya sedikit, ketika nabi terakhir diutus. Aku pun menyadari bahwa masa itu telah berlangsung di dunia ini selama empatpuluh lima tahun! Maka pikirku, ‘Rasul itu pasti telah datang!’ Dan kini aku menemukanmu dan mengharap kebebasanku dari lilitan yang menyiksaku selama ini.”

Setelah mendengar cerita si kakek renta, Rasulullah s.a.w. berpaling dan berbisik kepada salah seorang pengikutnya yang ikut mendengarkan kisah itu. Lalu Rasulullah s.a.w. memandang kakek itu dan bertanya, “Tidak pernahkah engkau bertemu anak laki-laki itu lagi?”

“Tidak pernah,” jawab kakek itu. “Itu adalah kali satu-satunya aku bertemu dengannya. Aku tak pernah melihatnya lagi.”

“Bila engkau melihatnya lagi, apakah kau akan mengenalinya?” Nabi s.a.w. bertanya.

“Tidak! Tidak!” teriak kakek tua itu. “Aku tak ingin melihatnya lagi! Ingatan tentangnya saja telah menyiksaku. Jangan suruh ia kemari.”

Rasulullah s.a.w. menenangkannya, “Jangan khawatir. Duduklah di sini, nanti kita akan lihat.” Kemudian Rasul s.a.w. berkata kepada salah seorang pengikutnya, “Pergilah dan panggil Ali kemari. Katakan padanya aku yang menyuruhnya.”

Kala itu, Ali adalah seorang anak berusia tigabelas tahun. Ketika menerima pesan itu, ia pun berhenti bermain dan meraih pedang dan tombaknya, menyangka bahwa Rasulullah s.a.w. pasti memanggilnya untuk turut berperang. Namun orang yang menyampaikan pesan itu menimpal, “Entah untuk apa Rasululullah s.a.w. memanggilmu. Ia hanya menyuruhmu untuk datang.”

Dan ketika Ali r.a. sampai ke tempat itu, Rasulullah s.a.w. menyerunya, “Lepaskan tali yang mengikat orang tua itu.”

Ali r.a. menoleh ke kakek tua itu. Dan seketika itu pula si kakek renta gemetar seluruh tubuhnya. “Ya Nabi, tolonglah aku! Itulah dia! Dialah anak itu! Jangan biarkan ia mendekatiku!” teriaknya.

Kakek tua itu berusaha menyembunyikan dirinya di belakang Rasulullah s.a.w. Namun Rasulullah s.a.w. menenangkannya seraya berkata, “Jangan takut. Tunggulah sebentar.”

Ali r.a. berdiri tegak dan memandang tali yang melilit orang tua itu. Dan seketika itu pula tali itu pun putus. Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata, “Baiklah. Kini kau boleh pergi.”

Kakek tua itu memohon, “Ya Rasulullah, ajarilah aku kalimah, dzikr kepada Allah. Atau jika engkau merasa aku tak pantas menyebut-nyebut kalimat itu, paling tidak berkatilah aku hingga kuat imanku kepada Allah.”

Lalu Rasulullah menasihatinya, “Agar dapat menerima kalimah, engkau tidak boleh goyah. Engkau pastilah tahu bahwa Allah Maha Agung, karena Ia telah melilitmu dengan tali yang demikian kecil. Jika kau hendak kembali kepada-Nya, iman dan hatimu musti kuat dan kokoh. Maka jadikanlah dirimu kepada yang seperti itu,” ujar Rasulullah s.a.w. seraya memerintahkannya pergi.

Orang-orang yang mengikuti kejadian itu semenjak tadi bertanya-tanya kepada Rasulullah s.a.w., “Apa artinya ini? Ali hanya seorang anak berusia tigabelas tahun, namun kakek tua itu berkisah tentang kejadian-kejadian pada jutaan tahun yang lalu. Ini sebuah keajaiban. Apa artinya ini?”

Rasulullah s.a.w. menjawab, “Ini adalah rahasia yang hanya Allah sendiri yang tahu. Hanya Dia yang tahu rahasia Ali.”

Nah, berkaitan dengan pertanyaan tadi: Sekalipun Ali r.a. berkata kepada sahabatnya, “Orang itu akan membunuhku,” apakah Ali r.a. akan mati (lihat Note 1)? Apakah kematian yang ia lihat saat itu? Jika Ali r.a. telah hidup selama berjuta tahun, bahkan sebelum Adam a.s., apakah ia akan mati saat itu?

_______________
Note: (1) Barangkali bisa dibandingkan dengan sebuah firman Allah:

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki. (Quran [3]:169)

Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia… (Quran [6]:122)


note ;[dicuri dari web sebelah]

No comments:

Post a Comment